Lompat ke konten
Home » Blog » 8 Modus Korupsi Pada Pengadaan Barang dan Jasa, Berbahaya!

8 Modus Korupsi Pada Pengadaan Barang dan Jasa, Berbahaya!

Modus Korupsi Pada Pengadaan Barang

Waspada! Korupsi bisa terjadi di mana saja tanpa mengenal tempat dan waktu. Dari sekian banyaknya ruang lingkup yang ada, sektor pengadaan barang dan jasa menjadi salah satu yang sangat rentan dalam kasus korupsi pengadaan barang.

Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 oleh KPK, risiko penyalahgunaan pengelolaan dalam sektor PBJ bisa mencapai 97% di kementerian/lembaga bahkan 99% di daerah. Dengan 53% responden internal mengakui adanya praktik penyalahgunaan, angka ini tentu menjadi alarm serius yang harus diperhatikan oleh semua pihak.

Temuan lain menunjukkan 49% pemilihan pemenang vendor sudah diatur, 56% kualitas barang tidak sesuai dengan harga, serta 38% hasil pengadaan tidak memberikan manfaat optimal.

Praktik nepotisme dan gratifikasi juga semakin meningkat, dengan 71% kenaikan kasus nepotisme dan 46% gratifikasi dari vendor ke penyelenggara negara. Bahkan, 9% responden menyatakan pemenang pengadaan sering memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat terkait, yang jelas merusak prinsip keadilan.

Rupanya Ini 8 Modus Korupsi Pada Pengadaan Barang dan Jasa

Dalam praktik sehari-hari, banyak modus yang dilakukan untuk menyalahgunakan proses PBJ. Apa saja bentuknya? Berikut delapan modus yang sering ditemukan.

korupsi penyuapan pengadaan barang

1. Pengaturan Pemenang

Salah satu modus paling umum adalah pengaturan pemenang lelang. Panitia atau pejabat pengadaan kerap mengarahkan agar perusahaan tertentu yang menjadi pemenang. Prosesnya bisa dilakukan dengan menggugurkan peserta lain secara teknis, hingga memberikan penilaian yang tidak objektif. Dampaknya, prinsip kompetisi sehat hilang, dan peluang hanya diberikan kepada pihak tertentu.

2. Pinjam Bendera Perusahaan & Giliran sebagai Pemenang

Modus ini dilakukan dengan meminjam nama atau legalitas perusahaan lain untuk ikut dalam tender. Tujuannya, agar terlihat banyak peserta padahal semuanya dikendalikan oleh kelompok tertentu. Bahkan, ada sistem “giliran menang” di mana perusahaan yang tergabung dalam kelompok tersebut bergantian jadi pemenang. Pola ini membuat persaingan menjadi tidak sehat dan hanya menguntungkan pihak yang sudah bekerja sama.

3. Pemenang Hanya Tanda Tangan Kontrak, Pekerjaan di Sub Kontrakkan

Ada pula modus di mana pemenang tender hanya sebatas menandatangani kontrak. Setelah itu, seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa pengawasan memadai. Akibatnya, kualitas hasil kerja menurun karena tidak sesuai spesifikasi awal. Pekerjaan sering tidak selesai tepat waktu, bahkan kadang tidak memenuhi standar yang dibutuhkan masyarakat.

4. PBJ Diatur Tim Sukses Kada dan Pesanan Anggota Dewan

Modus lain yang marak adalah campur tangan politik. Tim sukses kepala daerah atau pesanan anggota dewan sering memengaruhi siapa yang harus menang dalam tender tertentu. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan besar. Bagaimana sebuah pengadaan bisa objektif jika kepentingan politik ikut bermain? Kondisi ini jelas merugikan masyarakat karena pengadaan lebih mementingkan kepentingan politik daripada kebutuhan publik.

5. Suap kepada KPA, Ketua Panitia, dan Pejabat Pengadaan

Suap menjadi praktik klasik yang hingga kini sulit diberantas. Pihak penyedia barang atau jasa sering memberikan uang atau fasilitas kepada pejabat pengadaan. Harapannya, mereka bisa memenangkan tender meskipun tidak memenuhi kriteria. Modus ini merusak sistem secara mendasar karena keputusan dibuat bukan berdasarkan kompetensi, melainkan pada besarnya suap yang diberikan.

Baca juga: Gratifikasi, Suap, dan Pemerasan Pahami Perbedaannya!

6. Tidak Sesuai Spek Teknis dan Harga Pasaran serta Ada Discount Tidak Disampaikan

Seringkali barang yang disediakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang tercantum dalam dokumen kontrak. Harga pun jauh lebih tinggi dari harga pasaran. Bahkan, jika ada diskon dari vendor, potongan itu tidak disampaikan kepada negara. Alhasil, anggaran menjadi bengkak dan masyarakat dirugikan karena barang yang diterima tidak sesuai kualitas yang seharusnya.

7. Wujud Fisik Barang Tidak Sesuai dengan yang Diharapkan

Modus lainnya adalah barang yang dikirim berbeda dengan yang ditentukan di kontrak. Misalnya, kualitas material lebih rendah, jumlah barang berkurang, atau fungsi barang tidak berjalan sesuai kebutuhan. Akibatnya, penggunaan barang tidak memberikan manfaat maksimal, bahkan bisa membahayakan jika dipakai dalam proyek vital.

8. Pengadaan Fiktif Hanya untuk Pengeluaran Anggaran

Modus terakhir adalah pengadaan fiktif. Proses lelang dilakukan hanya di atas kertas, kontrak berjalan, anggaran dikeluarkan, namun barang atau jasa sebenarnya tidak pernah ada. Ini adalah bentuk korupsi paling berbahaya karena negara benar-benar kehilangan dana tanpa ada hasil apapun yang dirasakan masyarakat.

Dampak Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat luas. Berikut dampak yang paling sering muncul:

  • Anggaran negara bocor dan tidak digunakan untuk kepentingan publik.
  • Kualitas infrastruktur dan layanan publik menurun drastis.
  • Muncul ketidakadilan dalam persaingan usaha.
  • Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
  • Terhambatnya pembangunan karena dana disalahgunakan.

Dengan dampak sebesar ini, wajar jika kasus korupsi di sektor PBJ dianggap sangat berbahaya dan harus menjadi perhatian utama.

Upaya Pencegahan Korupsi PBJ

Apakah praktik korupsi bisa dicegah? Tentu saja bisa, asalkan ada komitmen kuat dari semua pihak. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menerapkan sistem transparansi dalam setiap tahap pengadaan.
  • Memperkuat pengawasan internal dan eksternal secara rutin.
  • Menggunakan sistem e-procurement untuk meminimalkan campur tangan manusia.
  • Memberikan sanksi tegas kepada pelaku pelanggaran.
  • Menerapkan standar manajemen anti penyuapan seperti ISO 37001.

Selain itu, Anda juga memahami lebih lanjut apa saja manfaat sertifikasi ISO 37001 dengan membaca penjelasan kami sebelumnya.

Langkah-langkah ini akan lebih efektif jika didukung budaya integritas di internal organisasi. Tanpa komitmen bersama, kebijakan hanya akan menjadi formalitas semata.

Korupsi pengadaan barang memang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Namun dengan kesadaran, pengawasan, dan penerapan standar yang tepat, praktik ini bisa ditekan.

Ingin meningkatkan kewaspadaan dan kepatuhan terhadap risiko korupsi di internal perusahaan? Hubungi PT Smart Sertifikasi Indonesia dan mulai ikuti training ISO 37001 serta terapkan standar SMAP di perusahaan Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *